Skip to main content

Mayoritas SMAN Pekanbaru Ambil Bagian

Laporan EDWAR YAMAN, Pekanbaru
edwar-yaman@riaupos.co.id
TIDAK ada yang menduga DetEksi Basketball League (DBL) menja­di kompetisi basket sekolah yang terbesar di Indonesia. Mulai tumbuh tahun 2004 lalu di Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Geliat dan kehebohannya bahkan mengungguli liga bola basket tertinggi yang dikelola secara profesional di Indonesia, Indonesia Basket­ball League (IBL) yang setahun lebih tua.
More Then Just Game begitu slogan yang diapungkan IBL pada tahun 2006. Sejujurnya slogan itu sudah dipakai DBL pada tahun 2005. Karena tidak ingin disamai, DBL meluncurkan slogan baru dan terus bertahan sampai saat ini, Pride.. Kebanggaan.
Dari tahun ke tahun DBL terus mengalami peningkatan yang signifikan, dari jumlah peserta, pertandingan maupun penonton. Demikian pula dengan aturannya kian diperketat. Dengan tetap mengedepankan konsep Student Athlete. Sekolah dulu, baru atlet. Yang tidak naik kelas tidak boleh ikut. Pemain profesional tidak boleh ikut. Usia maksiaum pemain juga dibatasi.

Tahun ini, mendapat dukungan penuh dari Honda dan mengguna­kan jaringan Jawa Pos Group, DBL akan diselenggarakan di 11 kota di Indonesia, di 10 provinsi. Diawali di Mataram, Lombok yang memulai gamenya pada 19 Januari dan berakhir 26 Januari menda­tang. Saat game di Lombok diputar, pendaftaran di Pekanbaru dan Palembang pun ditutup. Pekanbaru dan Palembang sendiri memulai pertandingannya pada 2-10 Februari mendatang.
Commisioner Honda DBL Azrul Ananda saat peluncuran Honda DBL 2008 5 Januari lalu di Surabaya mengemukakan, bahwasanya dia memahami kondisi di daerah. Oleh sebab itu dia tidak muluk-muluk, bahwasanya DBL di daerah-daerah akan langsung seperti di Jatim. Karena ini merupakan yang pertama di daerah-daerah, maka regula­si yang diterapkan pun masih regulasi 2004.
“Kami berharap, DBL Movement bisa sukses di semua kota itu. Sehingga masing-masing kota atau provinsi bisa mengembangkan sendiri konsep yang sudah kami bawa. Sebuah kompetisi akan lebih sustainable alias lebih bisa bertahan kalau dikembangkan di daerah sendiri-sendiri, bukan dipaksakan dari tempat lain,” paparnya.
Ya, Honda DBL di luar Jatim menggunakan sistem yang berbe­da. Masih sistem gugur, belum penyisihan grup seperti di Jatim. Namun, berbagai aturan ketat yang sukses diterapkan di Jatim digunakan. Misalnya, pemain harus selalu naik kelas, pelatih dan guru harus pakai dasi, serta setiap tim harus disertai pasukan yel-yel.
“DBL akan menerapkan aturan ketat secara bertahap. Sama seperti waktu kompetisi ini tumbuh di Surabaya. Tidak mungkin langsung kita samakan dengan Jatim,” ujar Donny Rahardian, deputy commissioner Honda DBL 2008 yang sejak Rabu (17/1) lalu sudah berada di Pekanbaru.
Di Pekanbaru, DBL ini bertitel Honda DBL Riau Pos 2008. pen­daftaran sudah dimulai sejak 5 Januari lalu dan ditutup kemarin. Kuota 32 tim putra dan 16 tim putri memang tidak tercapai. Namun sedikitnya 24 tim putra dan delapan tim putri yang ambil bagian merupakan suatu hal yang langka. Mengingat banyak iven basket sekolah di Bumi Lancang Kuning ini yang diikuti lebih dari 32 tim, hanya saja ada beberapa sekolah yang mengikutkan lebih dari satu tim. Lagian karena hal ini baru dan sesuatu yang asing di Riau secara umum, maka banyak sekolah yang belum siap tampil.
“Ya, kami sudah lama tahu akan iven ini. Tapi untuk tahun ini kami belum siap. Tahun depan kami pasti akan ikut,” ujar guru SMAN 12 Suprapto ketika dikonfirmasi keikutsertaan SMAN (Sekolah Menengah Negeri) 12 Pekanbaru, Sabtu (19/1).

Di sisi lain, MAN (Madrasah Aliyah Negeri) 2 Model Pekanbaru menjadi tim yang pertama mengembalikan formulir (mendaftar), meski awalnya masih banyak syarat-syarat yang belum mereka leng­kapi. Tim basket SMAN 2 pun sangat gembira dengan tidak diperbo­lehkannya anak kelas tiga ambil bagian. Mereka merasa kans menja­di champion begitu terbuka.
“Kami setuju anak kelas tiga tidak diperbolehkan ikut karena peta kekuatan basket pasti akan berubah. Hanya saja iven ini terlalu banyak persyaratannya. Termasuk tim basket mesti punya tim yel-yel. Tapi bagi kami tak masalah, kami justru tertarik karena begitu menjanjikan dan beda dengan iven-iven basket yang pernah ada,” ujar center raksasa MAN 2 Model Pekanbaru, Toni Sugiharto yang bertinggi 190 cm dan berbobot 130 kg.

Harus diakui sosialisasi panitia belum mencapai 100 persen. Persyaratan-persyaratan seperti Honda DBL Riau Pos 2008 ini tidak pernah ada di iven-iven basket sebelumnya salah satu yang menye­babkan kuota 32 tim putra dan 16 putri tidak tercapai. Akibatnya banyak sekolah yang kaget dan tidak berani tampil. Meski begitu, umumnya SMAN di Pekanbaru ambil bagian. Selain SMAN 12 yang ragu-ragu tampil, SMAN 10 yang nota bene jagoan basket antar SMA di Pekanbaru justru tidak ambil bagian. Ironis memang. Alasannya hanya satu, sebagian besar tim putra SMAN 10 saat menjuarai turnamen basket IM3 dan runner-up di SMAN 11 Cup Desember 2007 adalah siswa kelas tiga. Mereka merasa tidak punya kans. Siswa kelas dua dan kelas satu jika dipaksakan tampil akan menjadi pecundang. Ujung-ujungnya Lebih baik tidak ikut daripada nama besar sekolah di basket SMA ternoda. Tapi yang pasti, peta basket SMA, khusus di putra sudah berubah. Paling tidak di Honda DBL Riau Pos 2008 ini.

“Sebagian besar skuad kami adalah siswa kelas tiga. Sementara pemain-pemain dari kelas dua dan kelas satu masih baru dasarnya saja. Jadi kami tidak bisa ikut,” ujar guru olahraga SMAN 10 H Nasir saat diminta konfirmasi keikutsertaan SMAN 10, Sabtu (19/1).

Acungan jempol untuk SMA Pondok Pesantren (Ponpes) Babussalam. Hari ini ambil formulir, besoknya langsung daftar. Jumat (11/1) pekan lalu mereka mengambil formulir pendaftaran. Sabtu (12/1) sore mereka memastikan ikut dengan mengembalikan formulir. Hanya saja karena data-datanya banyak yang belum lengkap, mereka men­gurungkan niatnya mendaftarkan diri hari itu. Yang pasti nama mereka sudah tercatat sebagai peserta pertama, meski tak resmi.

“Ini beda dengan iven basket yang pernah ada. Harus punya tim yel-yel. Sepanjang anak cowok diperbolehkan juga sebagai tim yel-yel, bagi kami no problem. Kami cepat-cepat mendaftar karena takut tergencet peserta lainnya,” ujar Hasan utusan SMA Ponpes Babussalam saat mengambil formulir. Sekarang tentunya menarik bagaimana sekolah-sekolah yang terdaftar itu menyiapkan diri, dari tim basketnya hingga tim yel-yel.***






Comments