Skip to main content

’’Korupsi” Kecil Bikin Ketagihan

Pada 2003, pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuannya, memberantas korupsi yang makin merajalela. Tapi, kayaknya usaha itu nggak semudah membalik telapak tangan. Masih banyak koruptor yang berkeliaran. Terutama para ’’koruptor kecil’’.

Repotnya, virus yang menjangkiti para tikus berdasi itu kini menyebar. Virus tersebut kini nggak pilih-pilih warna dasi. Para pelajar yang masih pakai dasi biru atau abu-abu juga terjangkit penyakit mengalihfungsikan uang itu!

Yang positif terjangkit penyakit tersebut adalah 47,6 persen responden Deteksi (responDet). Koruptor kelas kakap, banyak menilap duit rakyat. Kalau responDet yang melakukan korupsi, sasaran utamanya adalah ayah (54,5 persen) atau ibu (45,5 persen).
Salah seorang responDet yang terang-terangan mengaku pernah mengorupsi uang ortu adalah Nancy. Cewek yang ngendon di SMAN 3 itu pernah menggelapkan uang dari mamanya.

“Waktu itu aku dikasih duit buat beli baju sama Mama. Eh, nggak taunya, uangnya sisa,” ucap cewek yang duduk di kelas dua itu. Karena sang mama tidak menanyakan soal kembalian, Nancy pun dengan entengnya menilap sisa uang tersebut.
Aman bagi Nancy, mamanya tak curiga. Aksi alih fungsi uang itu pun tak terendus sang ibunda. “Mungkin dikira Mama duitnya pas. Ya udah, rezeki buat aku dong, hehe,” celoteh Nancy.

Kalau Nancy mengorupsi uang mamanya, Jonathan menggelapkan uang dari sang papa. Anak SMP kelas tiga itu menilap duit yang sedianya dipakai untuk membayar biaya les. Seperti Nancy, Jonathan hanya mengambil sebagian uang lesnya. Dia hanya mengambil sisa uang kembalian. Beruntung, hingga kini aksi itu tak pernah ketahuan sang papa. “Soalnya, papa orangnya pelupa. Kalau ngasih duit lebih pun, beliau pasti nggak ingat. Jadinya, untung di aku, deh,” tutur Jonathan.

Dua responDet di atas mungkin bisa lancar menjadikan ortu sumber dana ilegal. Tapi, itu tidak dialami 40,3 persen responDet lain, yang aksi korupnya ketahuan. Menurut mereka, yang lebih sering membongkar perbuatan itu adalah sang mama (67,7 persen).
Kiki adalah salah seorang responDet yang kena apes saat coba-coba menggelapkan uang ortu. Usahanya menilap duit untuk membeli buku tertangkap basah oleh sang mama.

“Sebenarnya, yang bikin ketahuan aku sendiri, sih. Aku keceplosan menyebut harga asli bukunya. Akibatnya, mama jadi tahu bahwa aku berniat bohong,” papar cewek yang sekolah di SMAN 4 itu.
Untung meski tertangkap basah, aksi Kiki itu tak berbuah hukuman. Kiki hanya harus menebalkan telinga. Cewek yang lagi deg-degan menunggu hasil unas tersebut harus tabah mendengarkan omelan mamanya.

Kecanduan
Layaknya nikotin di rokok yang bisa memberi efek kecanduan buat pemakainya, rupanya kegiatan ilegal macam mengorupsi uang ortu bisa menghasilkan dampak serupa. Dilihat dari faktanya, korupsi uang ortu bisa bikin pelakunya pengin melakukannya lagi, lagi, daaan lagiiii.

Kita denger aja yuk pengakuan para pelakunya. Salah satunya, Yudha yang bersekolah di sebuah SMA negeri di Pekanbaru. Yudha yang mulai melakukan korupsi kecil-kecilan sejak setahun lalu ini mengaku sudah dua kali memalsukan anggaran buku. “Yang pertama, awal tahun ketika beli buku-buku baru. Selanjutnya, pertengahan semester, pas ganti LKS pertama dengan seri kedua. Bisa dibilang, dua jadwal itu adalah saatnya panen bagiku. He he,” ujar cowok penggila bola tersebut.

Soal jumlah, Yudha nggak mengambil banyak. “Cuma sepuluh ribu kok. Nggak mungkin korupsi banyak-banyak soalnya takut ketahuan,” ucap Yudha yang menggunakan duit hasil korupsinya buat beli sepatu bola.

Pengakuan berikutnya meluncur dari bibir Dhea, juga siswa SMA negeri. Kalau Yudha pengin beli sepatu bola baru, Dhea ketagihan ambil duit ortu buat memenuhi kebutuhan pulsa. “Sebenarnya, duit buat pulsa udah dikasih sama ortu, tapi masih kurang. Mau minta lagi jelas nggak mungkin. Jadi, nilep sebagian duit ortu jadi jalan terakhir,” tutur cewek yang hobi baca komik itu.

“Sampai sekarang, kalau dihitung-hitung, aku korupsi nggak lebih dari tiga kali. Lagi pula, ambilnya juga nggak banyak-banyak amat. Cuma buat beli voucher SMS yang 5.000-an itu,” dalihnya.

Pelaku “korupsi” duit ortu yang lebih sering mungkin Syahrul. Setidaknya, sudah lima kali cowok itu melakukan perbuatan itu. Rupanya, penyebabnya lantaran sang ibu sering menyuruh Syahrul belanja. “Pas belanjaannya lumayan banyak, makin besar peluang buatku menilep uang kembalian. He he,” ungkapnya.(melda-CCMD)

Komentar:
Korupsi kecil-kecilan, ya pastilah semua orang pernah melakukannya. Kalo ngelakuin korupsi, biasanya aku lakuin tiap awal bulan. Pas waktu nerima uang SPP. Uangnya aku belanjain buat beli-beli ini itu. Ntar, sebagai gantinya aku pinjam uang ke teman-teman untuk bayar uang SPP. Sebagiannya lagi aku minta ke ortu bilang kalo uang SPP yang dikasih kemaren kurang.

Tapi nggak tiap bulan kok korupsinya, cuma kalo lagi ada kesempatan dan keinginan untuk membeli sesuatu aja. Misalnya beli baju yang mungkin sekarang lagi ngetrend. Lagian pas ngelakuin korupsi tu, aku juga ada perasaan-perasaan gimana gitu,
ngerasa bersalah ma ortu.Tapi, kalo ada kesempatan yang pas, misalnya ortuku lagi bahagia, senang, atau enak gitu hatinya, aku bakal jujur ma ortuku itu. Widia, siswi
SMAN 7 Pekanbaru

Sebenarnya, korupsi itu asyik dan menyenangkan. Tapi nimbun-nimbun dosa untuk akhirat nanti..hahaha. Tapi kalo sekali-kali kan gak apa-apalah. Aku lakuin korupsi juga karena terpaksa. Itu karena ortu ngasih jatah duit tiap minggu, dikit banget. Ortu tuh, pasti ngasihnya pas sesuai keperluan. Kita tahu, pastikan ada kebutuhan yang mendadak yang perlu dikeluarkan.

Paling sering aku ngelakuin korupsi, tiap awal pembelajaran baru. Di situ aku habis-habisan untuk korupsi. Karena di situ kan semua, biaya-biaya yang harus dibayar. Mulai dari uang buku pelajaran, uang osis, uang untuk fotokopiantugas-tugas, sampe uang kas di kelas.

Tapi, jujur aja, tiap bulan Ramadhan pas mau puasa pertama, aku minta maaf dan mengatakan semuanya tentang kebiasaan korupsiku tiap bulan. Alhasil, ortuku pasti memaafkan, walaupun agak sedikit kaget dan jengkel. kalo ortu nggak kasih maaf, puasanya juga gak bakal diterima kan..Badri, SMA Handayani Pekanbaru

Comments