Cerpen Detektif: Bocah Detektif Handal
------------------------------
Pada zaman dahulu, ada seorang istri yang kerjanya menipu suami dan dirinya sendiri, dengan cara menjalin hubungan mesra dengan laki-laki selain suaminya. Perempuan ini sangat menyukai laki-laki itu sampai-sampai mengundangnya tidur ke rumah. Tentu, di saat suaminya tidak ada dan tanpa sepengetahuan dia.
Hubungan ini berlanjut hingga lama. Setiap kali suaminya bepergian jauh, pacarnya datang ke rumah secara teratur. Perempuan itu juga menyiapkan makan malam yang enak untuk sang pacar: ayam bakar. Anaknya juga diajak makan bersama-sama.
Suatu kali, setelah suaminya lama tidak pergi-pergi, anak mereka mengeluh karena sudah lama tidak makan ayam. Ditujukan kepada papanya, sang anak bertanya: “Pa, kapan Papa pergi lagi? Kok sudah lama Papa belum pergi-pergi juga?”
“Kok kamu bertanya seperti itu?” Tanya papanya penuh heran.
“Ya, kalau Papa pergi kami bisa potong ayam dan menyantapnya saat makan malam.”
“Jadi kamu mau makan ayam?” Papanya bertanya seperti membuat kesimpulan.
“Iya, Pa, “ jawab anaknya, “tapi kalau Papa tidak pergi-pergi, nanti mama tidak mau potong ayam.”
“Lho, kok begitu?” Tanya papanya semakin heran.
“Mmm...Mama pasti tahu jawabannya,” jawab si bocah sekenanya.
Namun jawaban anak itu tidak ditanggapi serius oleh papanya. Meski demikian, keesokan harinya, si anak kembali mengajukan pertanyaan yang sama. Ia ingin makan ayam. Dari sinilah papanya mulai meraba-raba, di balik kata-kata anaknya pasti ada sebuah rahasia yang mesti ia singkap. Ia pun memutuskan untuk mencaritahu.
Pagi hari berikutnya, ia pun memberi tahu istrinya bahwa besok ia akan bepergian untuk dua hari. Mendengar berita itu, istrinya senang bukan main. Sebab, ia punya waktu lagi bertemu dengan selingkuhannya. Anak mereka pun ikut gembira, tetapi karena tahu akan makan ayam bakar buatan mamanya lagi, bersama tamu sang mama.
Pada waktu yang telah ditentukan, sang istri pun menyiapkan segala keperluan suaminya selama bepergian. Pada hari keberangkatan sang suami, isterinya dan anaknya menemaninya sampai jauh ke luar rumah. Kemudian sang isteri melambaikan tangan dan suaminya pun berangkat.
Dalam perjalanan sepulang mengantar itulah, perempuan itu lewat di depan rumah selingkuhannya. Ia memberitahukan kepergian suaminya sekaligus menyampaikan undangan makan malam. Pacarnya senang bukan main menyambut undangan itu dan berjanji akan datang, langsung setelah magrib.
Begitu sampai di rumah, perempuan itu menangkap seekor ayam dari kandang dan menyembelihnya. Dengan riang gembira ia lalu menyiapkan makan malam untuk kekasih tercinta. Malamnya, sang kekasih pun datang. Perempuan itu sudah menyiapkan satu jeriken air untuk pacarnya mandi karena setelah makan malam langsung, mereka akan segera naik ke tempat tidur.
Setelah selingkuhannya mandi, perempuan itu pun melakukan hal yang sama. Belum lama berselang dia masuk ke kamar mandi, suaminya datang dan memanggil-manggil di depan pintu: “Hudi, Hudi! Zuzu! Zuzu!” Namun tak terdengar ada sahutan. Bosan memanggil berulang-ulang dan tetap tidak ada sahutan, ia pun menerobos masuk. Tepat pada saat itulah, selingkuhan isterinya kelabakan dan takut bukan main sehingga bersembunyi di bawah ranjang. Hanya saja, si bocah melihatnya dan tertawa terpingkal-pingkal karenanya.
Selesai mandi (dan berhias), perempuan itu keluar dan menyambut suaminya. Ia pun menghidangkan makan malam untuk suami dan anaknya. Ketika makan, perempuan itu bercerita bahwa seekor musang masuk kandang, menangkap ayam mereka dan membunuhnya seekor. Namun, ia berhasil merebut kembali ayam itu. “Tenang, sayang...” Hanya kalimat pendek itulah yang keluar dari suaminya, dengan sikapnya yang amat tenang.
Beberapa saat kemudian, si bocah mengambil sepotong ayam, mengangkat seprai ranjang, lalu memberikannya kepada laki-laki yang sedang bersembunyi di bawah ranjang itu. Katanya berujar: “Hai Papaku yang kedua, lihat ... sekarang papa tidak bisa ikut makan.” Kemudian bocah itu tertawa dan kembali ke meja makan. Pada saat itu, mamanya menghardik. “Kamu hari ini kenapa? Kok tidak ikut makan sama-sama? Kamu tidak mau makan, ya? Ayo makan. Kalau tidak kamu akan mama letakkan di luar.”
Sementara sang suami tidak mengendus ketidakberesan itu. Tidak berapa lama kemudian, si bocah kembali mengulangi apa yang ia lakukan. Mamanya lalu menyuruhnya duduk di dekatnya agar bisa mengendalikan tingkah-polah si anak. Bahkan hingga saat itu pun sang suami belum juga mencium sesuatu yang tidak beres. Pada kali yang ketiga, si bocah melompat dari tangan ibunya lalu berlari ke bawah ranjang. Saat itulah sang suami naik pitam. Ia panggil anaknya: “Tutu…ngapa kamu di bawah ranjang itu? Sini!...teruskan makanmu.” Mamanya menarik anaknya dari bawah ranjang dan menendang si anak keluar rumah.
Bagaimanapun juga, selesai makan, si suami mengangkat seprai dan melihat ada apa di bawah ranjang. Ia pun melihat laki-laki yang bersembunyi itu sudah mandi keringat dan menggigil ketakutan. Ia melihat tidak percaya. Terkejut dan terpaku di tempatnya. Pada saat itulah laki-laki itu melompat dari bawah ranjang, menubruk suami perempuan itu hingga terjatuh ke lantai, dan segera kabur keluar. Sang suami sadar dari keterkejutannya tetapi tidak bertanya siapa laki-laki yang kabur itu dan dari mana ia datang.
Sang isteri pun menyadari kekeliruannya yang besar dan yakin bahwa suaminya akan menjatuhkan sanksi atas kesalahan ini. Namun, ternyata tidak. Perempuan itu menunggu dan menunggu. Sang suami tetap tidak bertanya atau pun menjatuhkan sanksi apa-apa. Perempuan itu pun heran terhadap sikap suaminya dan bertanya, apa yang ada di dalam pikiran lelaki itu?
Seminggu setelah kejadian, sang istri pun mengumpulkan segala barang miliknya dan bersiap-siap pergi dari rumah. Ketika itu suaminya pulang. Perempuan itu pun menangis dan berteriak-teriak: “Kalau memang aku bersalah, mengapa kamu tidak menanyaiku atau memberiku hukuman?” Perempuan itu terus saja menangis, sambil berlari dan berlari menuju rumah kedua orang tuanya…
Keesokan harinya, sang suami pun mendatangi kepala kampung, memberitahu bahwa isterinya kabur dari rumah. Kepala kampung berkumpul bersama para pembesar dan pemuka kampung lainnya. Mereka pun mendatangi kedua orang tua perempuan itu dan meminta kembali mahar yang telah diterima si perempuan dari suaminya.***
Mike Clinson adalah cerpenis Sudan, kelahiran 1955, tinggal di Texas. Cerpen ini diterjemahkan dari judul asli Al-Athfal Jawasis Jayyidun.
------------------------------
Cerpen tema detektif ini Oleh Mike Clinson Alih Bahasa Misran, Alumnus Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Univ. Al-Azhar, Kairo.
------------------------------
Pada zaman dahulu, ada seorang istri yang kerjanya menipu suami dan dirinya sendiri, dengan cara menjalin hubungan mesra dengan laki-laki selain suaminya. Perempuan ini sangat menyukai laki-laki itu sampai-sampai mengundangnya tidur ke rumah. Tentu, di saat suaminya tidak ada dan tanpa sepengetahuan dia.
Hubungan ini berlanjut hingga lama. Setiap kali suaminya bepergian jauh, pacarnya datang ke rumah secara teratur. Perempuan itu juga menyiapkan makan malam yang enak untuk sang pacar: ayam bakar. Anaknya juga diajak makan bersama-sama.
Suatu kali, setelah suaminya lama tidak pergi-pergi, anak mereka mengeluh karena sudah lama tidak makan ayam. Ditujukan kepada papanya, sang anak bertanya: “Pa, kapan Papa pergi lagi? Kok sudah lama Papa belum pergi-pergi juga?”
“Kok kamu bertanya seperti itu?” Tanya papanya penuh heran.
“Ya, kalau Papa pergi kami bisa potong ayam dan menyantapnya saat makan malam.”
“Jadi kamu mau makan ayam?” Papanya bertanya seperti membuat kesimpulan.
“Iya, Pa, “ jawab anaknya, “tapi kalau Papa tidak pergi-pergi, nanti mama tidak mau potong ayam.”
“Lho, kok begitu?” Tanya papanya semakin heran.
“Mmm...Mama pasti tahu jawabannya,” jawab si bocah sekenanya.
Namun jawaban anak itu tidak ditanggapi serius oleh papanya. Meski demikian, keesokan harinya, si anak kembali mengajukan pertanyaan yang sama. Ia ingin makan ayam. Dari sinilah papanya mulai meraba-raba, di balik kata-kata anaknya pasti ada sebuah rahasia yang mesti ia singkap. Ia pun memutuskan untuk mencaritahu.
Pagi hari berikutnya, ia pun memberi tahu istrinya bahwa besok ia akan bepergian untuk dua hari. Mendengar berita itu, istrinya senang bukan main. Sebab, ia punya waktu lagi bertemu dengan selingkuhannya. Anak mereka pun ikut gembira, tetapi karena tahu akan makan ayam bakar buatan mamanya lagi, bersama tamu sang mama.
Pada waktu yang telah ditentukan, sang istri pun menyiapkan segala keperluan suaminya selama bepergian. Pada hari keberangkatan sang suami, isterinya dan anaknya menemaninya sampai jauh ke luar rumah. Kemudian sang isteri melambaikan tangan dan suaminya pun berangkat.
Dalam perjalanan sepulang mengantar itulah, perempuan itu lewat di depan rumah selingkuhannya. Ia memberitahukan kepergian suaminya sekaligus menyampaikan undangan makan malam. Pacarnya senang bukan main menyambut undangan itu dan berjanji akan datang, langsung setelah magrib.
Begitu sampai di rumah, perempuan itu menangkap seekor ayam dari kandang dan menyembelihnya. Dengan riang gembira ia lalu menyiapkan makan malam untuk kekasih tercinta. Malamnya, sang kekasih pun datang. Perempuan itu sudah menyiapkan satu jeriken air untuk pacarnya mandi karena setelah makan malam langsung, mereka akan segera naik ke tempat tidur.
Setelah selingkuhannya mandi, perempuan itu pun melakukan hal yang sama. Belum lama berselang dia masuk ke kamar mandi, suaminya datang dan memanggil-manggil di depan pintu: “Hudi, Hudi! Zuzu! Zuzu!” Namun tak terdengar ada sahutan. Bosan memanggil berulang-ulang dan tetap tidak ada sahutan, ia pun menerobos masuk. Tepat pada saat itulah, selingkuhan isterinya kelabakan dan takut bukan main sehingga bersembunyi di bawah ranjang. Hanya saja, si bocah melihatnya dan tertawa terpingkal-pingkal karenanya.
Selesai mandi (dan berhias), perempuan itu keluar dan menyambut suaminya. Ia pun menghidangkan makan malam untuk suami dan anaknya. Ketika makan, perempuan itu bercerita bahwa seekor musang masuk kandang, menangkap ayam mereka dan membunuhnya seekor. Namun, ia berhasil merebut kembali ayam itu. “Tenang, sayang...” Hanya kalimat pendek itulah yang keluar dari suaminya, dengan sikapnya yang amat tenang.
Beberapa saat kemudian, si bocah mengambil sepotong ayam, mengangkat seprai ranjang, lalu memberikannya kepada laki-laki yang sedang bersembunyi di bawah ranjang itu. Katanya berujar: “Hai Papaku yang kedua, lihat ... sekarang papa tidak bisa ikut makan.” Kemudian bocah itu tertawa dan kembali ke meja makan. Pada saat itu, mamanya menghardik. “Kamu hari ini kenapa? Kok tidak ikut makan sama-sama? Kamu tidak mau makan, ya? Ayo makan. Kalau tidak kamu akan mama letakkan di luar.”
Sementara sang suami tidak mengendus ketidakberesan itu. Tidak berapa lama kemudian, si bocah kembali mengulangi apa yang ia lakukan. Mamanya lalu menyuruhnya duduk di dekatnya agar bisa mengendalikan tingkah-polah si anak. Bahkan hingga saat itu pun sang suami belum juga mencium sesuatu yang tidak beres. Pada kali yang ketiga, si bocah melompat dari tangan ibunya lalu berlari ke bawah ranjang. Saat itulah sang suami naik pitam. Ia panggil anaknya: “Tutu…ngapa kamu di bawah ranjang itu? Sini!...teruskan makanmu.” Mamanya menarik anaknya dari bawah ranjang dan menendang si anak keluar rumah.
Bagaimanapun juga, selesai makan, si suami mengangkat seprai dan melihat ada apa di bawah ranjang. Ia pun melihat laki-laki yang bersembunyi itu sudah mandi keringat dan menggigil ketakutan. Ia melihat tidak percaya. Terkejut dan terpaku di tempatnya. Pada saat itulah laki-laki itu melompat dari bawah ranjang, menubruk suami perempuan itu hingga terjatuh ke lantai, dan segera kabur keluar. Sang suami sadar dari keterkejutannya tetapi tidak bertanya siapa laki-laki yang kabur itu dan dari mana ia datang.
Sang isteri pun menyadari kekeliruannya yang besar dan yakin bahwa suaminya akan menjatuhkan sanksi atas kesalahan ini. Namun, ternyata tidak. Perempuan itu menunggu dan menunggu. Sang suami tetap tidak bertanya atau pun menjatuhkan sanksi apa-apa. Perempuan itu pun heran terhadap sikap suaminya dan bertanya, apa yang ada di dalam pikiran lelaki itu?
Seminggu setelah kejadian, sang istri pun mengumpulkan segala barang miliknya dan bersiap-siap pergi dari rumah. Ketika itu suaminya pulang. Perempuan itu pun menangis dan berteriak-teriak: “Kalau memang aku bersalah, mengapa kamu tidak menanyaiku atau memberiku hukuman?” Perempuan itu terus saja menangis, sambil berlari dan berlari menuju rumah kedua orang tuanya…
Keesokan harinya, sang suami pun mendatangi kepala kampung, memberitahu bahwa isterinya kabur dari rumah. Kepala kampung berkumpul bersama para pembesar dan pemuka kampung lainnya. Mereka pun mendatangi kedua orang tua perempuan itu dan meminta kembali mahar yang telah diterima si perempuan dari suaminya.***
Mike Clinson adalah cerpenis Sudan, kelahiran 1955, tinggal di Texas. Cerpen ini diterjemahkan dari judul asli Al-Athfal Jawasis Jayyidun.
------------------------------
Cerpen tema detektif ini Oleh Mike Clinson Alih Bahasa Misran, Alumnus Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Univ. Al-Azhar, Kairo.
Comments
Post a Comment