SALAH satu cara untuk memperkenalkan organisasi Ikatan Pemuda dan Mahasiswa Kuantan Singingi (Ipmakusi) Pekanbaru kepada masyarakat adalah melalui karya, yaitu membuat film daerah bernuansakan adat Kuantan Singingi dengan judul ‘’Sayang SaSuku”. Tema film
‘’Sayang Sasuku” ini adalah suatu percintaan muda-mudi yang pada akhirnya terhalang oleh aturan adat yang berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Bahwasannya perkawinan tidak boleh dilakukan jika pria dan wanita satu suku (sasuku red). Ini sangat ditentang bahkan disingkirkan dari pergaulan masyarakat dan diberikan hukuman yang sangat berat. Akibat kuatnya rasa cinta dan adanya aturan adat yang mengikat akhirnya Arya (Dodo) memilih untuk meninggalkan kampung halaman menuju negeri Jiran, Malaysia dengan maksud agar rasa cinta yang bersemai pudar seiring berjalannya waktu.
Ternyata kepergian Arya (Dodo) ke Malaysia tidak diberitahukan kepada Nazel (sang pacar), takut Nazel tidak mengijinkan dan memilih untuk pergi bersama Arya. Meskipun bathin bergejolak dengan tetesan air mata yang tertumpah tanda tak rela. Engki yang datang dari arah Cerenti melihat Arya sedang duduk dibawah pohon sambil menenteng ransel bermaksud menunggu mobil ke Pekanbaru. Engki langsung berhenti dan menanyakan kepada Arya apa yang terjadi. Lantaran merasa sahabat sejati, Engki memacu kendaraannya untuk memberitahukan kepada Nazel yang berada di Benai
Alangkah terkejutnya Nazel ketika kabar tersebut diberitahu oleh Engki dirumahnya ketika sedang mencuci piring bahwa Arya akan berangkat ke Malaysia dan meninggalkannya selamanya. Tanpa disadari, piring yang sedang dicuci jatuh dan berserakan di lantai seperti hati dan jiwanya yang tergoncang hingga menumpahkan air mata dalam kesedihan yang sulit dipercayanya, lalu berlari menuju tugu Gajah Putih (Lapau gading) agar dia bisa menjumpai Arya, sang pujaan.
Arya tanpa disengaja melihat Nazel sedang berdiri di dekat tugu sambil menghapus air matanya yang tak tertahankan. Arya akhirnya keluar ketika travel berhenti mengambil penumpang. Terjadilah hujan air mata dengan segala kepiluan hati dan cinta yang selama ini dibinanya harus berujung pada tragedy perpisahaan yang akan merenggut kebahagiaan dalam suka duka selama berhubungan.
Ikhsan Fitra MW selaku sutradara dan produser film tersebut mengungkapkan bahwa inspirasi untuk membuat film ini adalah ketika melihat bahwa saat sekarang ini adat tidak lagi menjadi sebuah landasan bagi muda-mudi dalam bergaul. Selain disebabkan oleh perkembangan zaman juga akibat kurangnya peran ninik mamak untuk menanamkan nilai-nilai adat kepada generasi muda atau kemanakan sebagai generasi penerus adat. “Film ini diangkat agar generasi muda Kuansing bisa memahami nilai-nilai adat yang telah lama tumbuh dan berkembang di masyarakat. Diharapkan dengan adanya film ini akan menambah khasanah bagi generasi muda untuk tetap memegang teguh adat istiadat Kuansing,”ujarnya
Ikhsan menyadari bahwa film ini hanya sedikit mengupas tentang nilai-nilai adat namun setidaknya dengan adanya film ini merupakan salah satu terobosan bagi generasi muda untuk berkarya. “Ini merupakan film perdana yang lahir dari karya generasi muda Kuansing sehingga dengan film ini akan menunjukkan bahwa banyak potensi anak-anak muda yang perlu disalurkan,”tambahnya
Ditanya kenapa memilih tema percintaan dari pada film horor atau perjuangan, pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Kemitraan dan Mediasi Clean Governance selain sebagai Ketua Umum Ipmakusi Pekanbaru ini mengatakan bahwa focus utama yang menjadi perhatian adalah anak-anak muda Kuansing sehingga film ini bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat apalagi anak muda menjadi trend setter dalam pergaulan. “Pasaran yang dituju adalah anak-anak muda. Saya berharap film ini merupakan “Siti Nurbaya”nya Kuansing,” ungkap Ikhsan
Pengambilan gambar dan shooting film ini sudah dilakukan pada tanggal 24 Agustus yang lalu, pada hari keempat pacu jalur di Teluk Kuantan, tepatnya di tanggo batu pancang ke empat. Ini dimaksudkan untuk memperkenalkan budaya pacu jalur kepada masyarakat banyak yang menjadi even nasional. Selain itu, pengambilan gambar juga akan dilakukan di lokasi lain seperti Inuman, Pangean, Benai, Teluk Kuantan dan Air Terjun Guruh Gemurai Lubuk Jambi serta Pekanbaru sendiri.
Film ini diperankan oleh mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Ikatan Pemuda dan Mahasiwa Kuantan Singingi yang lebih dikenal dengan Ipmakusi Pekanbaru ditambah dengan aktor pendukung dan pembantu dari masyarakat Kuansing yang mempunyai bakat dibidang teater diluar kepengurusan Ipmakusi itu sendiri. Diantaranya Nazel diperankan oleh Rona Devi Krona Lisa atau sapaan akrapnya Nasya (Mahasiswa Unri), Arya (Widodo/Mahasiswa UIN), Sinta (Marita Hustina/Mahasiswa Unri), Engki (Zikri/mahasiswa AKMR), Iyan (Asriyon DH/Mahasiswa UIN), Mak Soko (Afrizal/mahasiswa Unri), Bapak Nazel (Suparmi/masyarakat), Inuar sebagai Omak Nazel (Asma Dewi/mantan pemain teater), Yuli Anggraini sebagai Mondek Arya serta pendukung lainnya.
Mau tau kelanjutan ceritanya? Sabar dong! Awal Januari 2009 , film ‘’Sayang Sasuku’’ ini akan dirilis, dan diedarkan untuk warga Kuansing, dan Riau dalam bentuk VCD. Sekarang, kita ngobrol-ngobrol dulu yuk, bareng pemeran Utamanya, Nasya sebagai Nazel dan Dodo sebagai Arya.
Apa yang kalian rasakan, ketika terpilih jadi pemeran utama film daerah ‘’Sayang Sasuku’’ ini?
Nasya: Senang banget, nggak nyangka. Soalnya, saingannya lumayan banyak. Dan berkat keseriusan waktu audisi, akhirnya aku terpilih jadi Nazel. Bersyukur banget deh, rasanya.
Dodo: Suatu Anugerah. Soalnya, baru kali ini aku dapat peran utama. Padahal sebelumnya aku hanya bermain teater, di kampung, Sekarang sudah bisa ikut syuting film ‘’Sayang Sasuku’’. Wah..Senangbanget deh.. pokoknya.
Apa yang kalian persiapkan untuk menjalani syuting film ini?
Nasya : Fisik, Mental, rajin latihan dan mencoba mendalami karak
ter Nazel.
Dodo: Banyak menghafal naskah dan skenario, mempelajari karakter Arya, dan sering latihan di luar Syuting.
Menurut kalian, benar nggak sih, cerita dalam film ini?
Nasya: Karena Nasya udah buktiin, kalau di kampung Nasya ada suatu keluarga nikah sasuku. Akhirnya, anaknya cacat, idiot, kayak anak autis gitu. Makanya Nasya yakin kalau film ini diangkat dari kisah nyata.
Dodo: Dodo juga pernah liat, kalau di kampung, jika ada yang menikah sasuku, maka imbasnya ke- anak mereka. Nggak ada yang beres lah. Entah itu bisu, pekak, tulalit, idiot dan macam-macam hal lainya. Jangan sampai melanggar peraturan adat deh!. Fatal akibatnya.
Apa yang kalian harapkan dari terbentuknya film ini?
Nasya: Ya, semoga saja, banyak juga putra daerah yang lain, bisa
mengembangkan seni dan budaya daerahnya. Dan bisa membawa budaya sendiri, ke blantika film Nasional. Go Internasional, juga deh...!
Dodo: Ya, sebenarnya banyak banget potensi putra daerah. Rugi rasanya kalau nggak dikembangkan. Semoga saja, dengan terciptanya film ini, bisa menggerakkan organisasi lain untuk lebih memajukan film daerah. Kalau Jakarta bisa, Medan Boleh, Sunda Ok, kenapa kita (Riau - Melayu) tidak? Doain aja yah.. syutingnya bisa cepat selesai.
Nah, diatas adalah petikan wawancara Xpresi dengan pemeran utama film ‘’Sayang Sasuku’’. Sekedar info nih, film ini tercipta berkat kreativitas Ipmakusi dan ide Ikhsan sang sutrada muda sekaligus ketua Ipmakusi. Walaupun masih tergolong muda ia bisa menciptakan suatu karya yang bikin bangga, daerahnya. Sang Bupati Kuansing, Sukarmis - pun ikut membantu penggarapan film cinta sejati ini. Syutingnya diambil di dua tempat. Kuansing dan Pekanbaru.
Sekarang, film ini sedang pengerjaan. Sang sutradara menjanjikan, awal tahun baru, Insyallah, film ini sudah bisa dinikmati. ‘’Doain yah. dan moga-moga bisa masuk Festival Film Indonesia (FFI),’’ harap sutradara. Kalau memang kualitas bagus, kenapa nggak? Selamat Berjuang yah kru film ‘’Sayang Sasuku’’.
‘’Sayang Sasuku” ini adalah suatu percintaan muda-mudi yang pada akhirnya terhalang oleh aturan adat yang berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Bahwasannya perkawinan tidak boleh dilakukan jika pria dan wanita satu suku (sasuku red). Ini sangat ditentang bahkan disingkirkan dari pergaulan masyarakat dan diberikan hukuman yang sangat berat. Akibat kuatnya rasa cinta dan adanya aturan adat yang mengikat akhirnya Arya (Dodo) memilih untuk meninggalkan kampung halaman menuju negeri Jiran, Malaysia dengan maksud agar rasa cinta yang bersemai pudar seiring berjalannya waktu.
Ternyata kepergian Arya (Dodo) ke Malaysia tidak diberitahukan kepada Nazel (sang pacar), takut Nazel tidak mengijinkan dan memilih untuk pergi bersama Arya. Meskipun bathin bergejolak dengan tetesan air mata yang tertumpah tanda tak rela. Engki yang datang dari arah Cerenti melihat Arya sedang duduk dibawah pohon sambil menenteng ransel bermaksud menunggu mobil ke Pekanbaru. Engki langsung berhenti dan menanyakan kepada Arya apa yang terjadi. Lantaran merasa sahabat sejati, Engki memacu kendaraannya untuk memberitahukan kepada Nazel yang berada di Benai
Alangkah terkejutnya Nazel ketika kabar tersebut diberitahu oleh Engki dirumahnya ketika sedang mencuci piring bahwa Arya akan berangkat ke Malaysia dan meninggalkannya selamanya. Tanpa disadari, piring yang sedang dicuci jatuh dan berserakan di lantai seperti hati dan jiwanya yang tergoncang hingga menumpahkan air mata dalam kesedihan yang sulit dipercayanya, lalu berlari menuju tugu Gajah Putih (Lapau gading) agar dia bisa menjumpai Arya, sang pujaan.
Arya tanpa disengaja melihat Nazel sedang berdiri di dekat tugu sambil menghapus air matanya yang tak tertahankan. Arya akhirnya keluar ketika travel berhenti mengambil penumpang. Terjadilah hujan air mata dengan segala kepiluan hati dan cinta yang selama ini dibinanya harus berujung pada tragedy perpisahaan yang akan merenggut kebahagiaan dalam suka duka selama berhubungan.
Ikhsan Fitra MW selaku sutradara dan produser film tersebut mengungkapkan bahwa inspirasi untuk membuat film ini adalah ketika melihat bahwa saat sekarang ini adat tidak lagi menjadi sebuah landasan bagi muda-mudi dalam bergaul. Selain disebabkan oleh perkembangan zaman juga akibat kurangnya peran ninik mamak untuk menanamkan nilai-nilai adat kepada generasi muda atau kemanakan sebagai generasi penerus adat. “Film ini diangkat agar generasi muda Kuansing bisa memahami nilai-nilai adat yang telah lama tumbuh dan berkembang di masyarakat. Diharapkan dengan adanya film ini akan menambah khasanah bagi generasi muda untuk tetap memegang teguh adat istiadat Kuansing,”ujarnya
Ikhsan menyadari bahwa film ini hanya sedikit mengupas tentang nilai-nilai adat namun setidaknya dengan adanya film ini merupakan salah satu terobosan bagi generasi muda untuk berkarya. “Ini merupakan film perdana yang lahir dari karya generasi muda Kuansing sehingga dengan film ini akan menunjukkan bahwa banyak potensi anak-anak muda yang perlu disalurkan,”tambahnya
Ditanya kenapa memilih tema percintaan dari pada film horor atau perjuangan, pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Kemitraan dan Mediasi Clean Governance selain sebagai Ketua Umum Ipmakusi Pekanbaru ini mengatakan bahwa focus utama yang menjadi perhatian adalah anak-anak muda Kuansing sehingga film ini bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat apalagi anak muda menjadi trend setter dalam pergaulan. “Pasaran yang dituju adalah anak-anak muda. Saya berharap film ini merupakan “Siti Nurbaya”nya Kuansing,” ungkap Ikhsan
Pengambilan gambar dan shooting film ini sudah dilakukan pada tanggal 24 Agustus yang lalu, pada hari keempat pacu jalur di Teluk Kuantan, tepatnya di tanggo batu pancang ke empat. Ini dimaksudkan untuk memperkenalkan budaya pacu jalur kepada masyarakat banyak yang menjadi even nasional. Selain itu, pengambilan gambar juga akan dilakukan di lokasi lain seperti Inuman, Pangean, Benai, Teluk Kuantan dan Air Terjun Guruh Gemurai Lubuk Jambi serta Pekanbaru sendiri.
Film ini diperankan oleh mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Ikatan Pemuda dan Mahasiwa Kuantan Singingi yang lebih dikenal dengan Ipmakusi Pekanbaru ditambah dengan aktor pendukung dan pembantu dari masyarakat Kuansing yang mempunyai bakat dibidang teater diluar kepengurusan Ipmakusi itu sendiri. Diantaranya Nazel diperankan oleh Rona Devi Krona Lisa atau sapaan akrapnya Nasya (Mahasiswa Unri), Arya (Widodo/Mahasiswa UIN), Sinta (Marita Hustina/Mahasiswa Unri), Engki (Zikri/mahasiswa AKMR), Iyan (Asriyon DH/Mahasiswa UIN), Mak Soko (Afrizal/mahasiswa Unri), Bapak Nazel (Suparmi/masyarakat), Inuar sebagai Omak Nazel (Asma Dewi/mantan pemain teater), Yuli Anggraini sebagai Mondek Arya serta pendukung lainnya.
Mau tau kelanjutan ceritanya? Sabar dong! Awal Januari 2009 , film ‘’Sayang Sasuku’’ ini akan dirilis, dan diedarkan untuk warga Kuansing, dan Riau dalam bentuk VCD. Sekarang, kita ngobrol-ngobrol dulu yuk, bareng pemeran Utamanya, Nasya sebagai Nazel dan Dodo sebagai Arya.
Apa yang kalian rasakan, ketika terpilih jadi pemeran utama film daerah ‘’Sayang Sasuku’’ ini?
Nasya: Senang banget, nggak nyangka. Soalnya, saingannya lumayan banyak. Dan berkat keseriusan waktu audisi, akhirnya aku terpilih jadi Nazel. Bersyukur banget deh, rasanya.
Dodo: Suatu Anugerah. Soalnya, baru kali ini aku dapat peran utama. Padahal sebelumnya aku hanya bermain teater, di kampung, Sekarang sudah bisa ikut syuting film ‘’Sayang Sasuku’’. Wah..Senangbanget deh.. pokoknya.
Apa yang kalian persiapkan untuk menjalani syuting film ini?
Nasya : Fisik, Mental, rajin latihan dan mencoba mendalami karak
ter Nazel.
Dodo: Banyak menghafal naskah dan skenario, mempelajari karakter Arya, dan sering latihan di luar Syuting.
Menurut kalian, benar nggak sih, cerita dalam film ini?
Nasya: Karena Nasya udah buktiin, kalau di kampung Nasya ada suatu keluarga nikah sasuku. Akhirnya, anaknya cacat, idiot, kayak anak autis gitu. Makanya Nasya yakin kalau film ini diangkat dari kisah nyata.
Dodo: Dodo juga pernah liat, kalau di kampung, jika ada yang menikah sasuku, maka imbasnya ke- anak mereka. Nggak ada yang beres lah. Entah itu bisu, pekak, tulalit, idiot dan macam-macam hal lainya. Jangan sampai melanggar peraturan adat deh!. Fatal akibatnya.
Apa yang kalian harapkan dari terbentuknya film ini?
Nasya: Ya, semoga saja, banyak juga putra daerah yang lain, bisa
mengembangkan seni dan budaya daerahnya. Dan bisa membawa budaya sendiri, ke blantika film Nasional. Go Internasional, juga deh...!
Dodo: Ya, sebenarnya banyak banget potensi putra daerah. Rugi rasanya kalau nggak dikembangkan. Semoga saja, dengan terciptanya film ini, bisa menggerakkan organisasi lain untuk lebih memajukan film daerah. Kalau Jakarta bisa, Medan Boleh, Sunda Ok, kenapa kita (Riau - Melayu) tidak? Doain aja yah.. syutingnya bisa cepat selesai.
Nah, diatas adalah petikan wawancara Xpresi dengan pemeran utama film ‘’Sayang Sasuku’’. Sekedar info nih, film ini tercipta berkat kreativitas Ipmakusi dan ide Ikhsan sang sutrada muda sekaligus ketua Ipmakusi. Walaupun masih tergolong muda ia bisa menciptakan suatu karya yang bikin bangga, daerahnya. Sang Bupati Kuansing, Sukarmis - pun ikut membantu penggarapan film cinta sejati ini. Syutingnya diambil di dua tempat. Kuansing dan Pekanbaru.
Sekarang, film ini sedang pengerjaan. Sang sutradara menjanjikan, awal tahun baru, Insyallah, film ini sudah bisa dinikmati. ‘’Doain yah. dan moga-moga bisa masuk Festival Film Indonesia (FFI),’’ harap sutradara. Kalau memang kualitas bagus, kenapa nggak? Selamat Berjuang yah kru film ‘’Sayang Sasuku’’.
good luck deh buat filmnya
ReplyDeletetokoh Nazel dan mondek bagus actingnya Jempol deh.
ReplyDeleteediting videonya perlu di perhalus :)
sukses yah
ayo munculkan lagi film2 dari Riau
Salam
DC