Karma
Aku pikir apa yang ku lakukan adalah jalan yang terbaik untuk jalan kemasa depan. Demi ketenaran ku mengorbankan perasaan dan cinta, sungguh ego yang tinggi. Cinta dan kasih sayang telah kukorbakan untuk cita-citaku, untuk menjadi penulis yang terkenal…ku mengorbankan semua orang yang kusayangi termasuk kekasihku yang dahulu sangat mencintaiku, kekasih yang selalu memberi aku kekuatan didalam pekerjaaku untuk menulis, tapi aku mensia-siakan nya. Ketika aku menjalin hubungan dengan dirinya aku pernah berharap untuk berpisah darinya, tapi apa danya dia selalu memberiku kasih sayang yang tak pernah aku dapatkan terkecuali dari orang tuaku.
Disibuknya ia kerja, ia menyempatkan diri untuk menjengukku, yang jauh dari tempat kerjanya dengan pakaian yang berlumur dengan oli, dengan hati yang tulus ia rela memakai baju yang kumuh untuk berjumpa dengan diriku yang kejam ini, karena ia takut aku pulang sebelum berjupa dengannya.
Ketika itu kusadar bahwa dirinya benar-benar tulus mencintaik. Kerena mulut ini membuat dirinya menjauhi ku.
Aku tak sadar, apa yang kuucapkan kepada dirinya, sehingga aku tak ada berkomunikasi padanya.
Kaerena itu aku membuat niat baru lagi, aku ingin putus darinya, tak lama kemudian niat yang kutanam itu membuat hasil yang sangat keliru, ketika putus bersamanya aku selalu mengharapkannya untuk kembali kepadaku lagi.
Setelah aku tak berhubungan dengannya lagi berniat untuk mencari penggantinya, dengan tujuan, igin memperdalam karyaku lagi, aku ingin karyaku diminati oleh para remaja, demi kesuksesan jalan ceritaku, aku mengorbankan perasaan orang yang telah mencintaiku, aku berpura-pura mencintainya, suatu ketika ia mulai mencurigaiku
“Hampir dua hari ini Shasa berubah, ada apa sebernarnya yang terjadi?” ujar lelaki yang mencintaiku
“Oh itu… nggak ada yang berubah, mungkin perasaan Nal aja” sambil menatapnya aku berkata dalam hati, maaf Sha mendustai Nal, Sha nggak punya rasa ma Nal, demi karya Sha, Sha melakukan ini ma Nal.
“Maaf kalo Nal kayak gitu ma Sha, karena Nal ngerasa kalo Sha cuma mempermaikan Nal, maaf kan Nal ya Sha?” katanya dengan wajah yang merasa bersalah
“Ia Nal, Sha udah maafkan Nal, kalo Nal merasa Sha berubah , Sha minta maaf.
Akhirya kecurigaan Nal bisa kuatasi dengan santai, tanpa menjelaskan dengan panjang lebar.
Karena aku ingin mencari jalan cerita yang baru, aku mulai mencuekin Nal, tanpa kusadari Nal mengetahui kalo aku tidak mencintainya. Aku tak ingin Nal tahu kalo aku menjalin hubungannya semata-mata untuk kepentinganku pribadi.
Tak tarlintas dibenakku kalo Nal menjahuiku karena ia merasa dipermainkan, aku pun merasa bersalah kepada dirinya. ”Nal maafkan Sha moga Nal bisa ngerti. Mudahan-mudahan Nal bisa mendapat yang lebih baik dari Sha .
Tak lama kuputus dengan Nal, aku menjalin hubungan dengan teman. Kufikir dia mencintaiku ternyata ia hanya taruhan. Ketika aku mengetahuai akal busuknya, aku segera mendatanginya dan mengata-ngataiya.
“Apa maksud dari semua ini?” Tanyaku dengan kesal.
“Hei… pernah ngaca nggak? Pa nggak ada kaca di rumah?”
“Kalo nggak ada emang napa? Lo mo beliin gue kaca? Mang lo ada duit, nyadar donk selama lo pacaran ma gue mana pernah lo ngeluarin duit buat gue, sekarang lo mo beliin gue kaca? Ha… mimpi apa gue semalam, asal lo tau ya! Gue nggak bakalan pernah maafin lo, sampai kapan pun.”
“O,yeeee! Tu mau karma bagi lo. Untuk apa ngataiin gue, jika lo samanya brengsek ma gue.
Aku tak menyangka jikalau ini terjadi dengan diriku. Ya Tuhan………….. apa ini yang namaya karma, apa yang kulakukan selama ini, membuatku akan sadar akan perbuatanku yang kejam. Apa yang ku lakukan ternyata sangat menyakitkan, bahkan aku tak sanggup untuk menjalaninya. Dengan hati yang tulus aku minta maaf kepada orang yang pernah kusakiti dahulu.
Cerpen tema Psikologi karya: Liza, Mahasiswi UIN Pekanbaru, Jurusan psikologi
Comments
Post a Comment