Sudah lama rasanya tidak hadir cerpen-cerpen baru dari StudentMagz.com. Maka, kali ini editor mencoba menerbitkan cerpen dengan tema remaja, namun dengan judul yang sedikit mengusik, Bukan Arti Sahabat. Bukan Arti Sahabat adalah sebuah cerpen sederhana tentang persahabatan, namun perlu diresapi makna terutama berkaitan dengan judulnya. Silakan dinikmati dan jangan lupa tinggalkan komentar.
Bukan Arti Sahabat
Sahabat
berarti bersama, biarpun berbeda
Satu
rasa, biarpun ada perbedaan nada dalam melodi yang mengalun
Saling
memiliki, saling berbagi, meski terkadang ego melawan
Satu
cita, ingin mengisi kekosongan dan bersama disaat duka walau berbeda tujuan
Nindi
meremukkan sebait puisi yang dirobeknya dari buku harian beberapa hari lalu. Ia
sedang duduk di sebuah restoran cepat saji dekat sekolah, berusaha damai dengan
rasa sedihnya. Saat ini kata sahabat membuatnya sedikit muak.
Apanya
yang menghadapi masalah bersama? Apanya yang saling merasakan apa yang
dirasakan teman lainnya? Nindi kesal, muak, sudah lelah dengan semuanya. Ia
lebih memilih untuk menyendiri membaca buku di perpustakaan selama jam
istirahat di sekolah daripada duduk makan di kantin sendirian.
Ia
tidak begitu ingat kapan tepatnya kedua sahabatnya itu menjauh, bersikap aneh
padanya. Ditanya ada masalah apa, mereka menjawab tidak ada apa-apa. Anjani,
sahabatnya yang paling cerewet dan suka menggosip yang sudah dikenalnya sejak
sekolah dasar, lebih memilih duduk bersama teman-teman cheersnya
daripada dengan Nindi atau pun dengan Dila, perempuan pendiam dan cerdas yang
baru mereka kenal di SMP. Mereka masuk SMA yang sama, dan masih sering
berdiskusi, bermain, atau menginap sambil bercerita panjang lebar bersama di
rumah salah seorang diantara mereka sampai akhir tahun kedua mereka di SMA.
Begitu mereka naik ke kelas dua belas, Nindi hanya tidak mengerti kenapa Anjani
sedikit menjaga jarak. Anjani lebih sering diam jika pulang sekolah bersama
atau duduk makan di kantin bersama Nindi dan Dila.
Sikap
diam Anjani yang tiba-tiba tidak bertahan lama. Anjani bersikap terang-terangan
diam di depan Nindi dan Dila lantas langsung menjadi Anjani yang heboh dan
cerewet saat duduk bersama teman-teman cheers yang baru dikenalnya saat
awal masuk SMA.
Lambat
laun, Dila lebih suka duduk di pinggiran kelas bersama teman-teman yang tingkat
intelektual dan kecerdasannya sama dengannya. Pembicaraan mereka hanya
seputaran perkembangan ilmu pengetahuan dan berita-berita umum yang menurut
Nindi tidak penting untuk dibahas. Semenjak itu jugalah, Nindi tidak
bersemangat bergabung bersama Anjani dan teman-temannya karena ia terlalu norak
di sana dan tidak ingin bergabung bersama Dila dan temannya yang lain karena ia
selalu saja diam sebagai pendengar sementara yang lain sibuk mengutarakan
pendapat masing-masing.
Nindi
menghembuskan nafas pelan. Biarpun sudah dapat teman yang sejalan pemikirannya,
seharusnya mereka tetap saling menyapa atau sekedar bercerita singkat tentang
apa saja. Tapi kali ini tidak. Mereka hanya saling diam, tersenyum tanggung
jika bertemu, tidak saling mengajak makan atau belajar bersama.
Nindi
menoleh ke luar jendela kaca yang ada tepat di sebelah tempat duduknya. Ia sengaja
memilih meja yang ada di sudut. Siapa tahu melihat suasana di luar sana bisa
sedikit menenangkan batinnya. Menghilangkan rasa kehilangannya.
“Dila
kamu kenapa?”
“Nggak
ada apa-apa kok.”
“Ayo
cerita ke kami, nggak boleh pendam-pendam sendiri.”
Percakapan-percakapan
lama itu terngiang dalam pikiran Nindi. Diam yang tidak berasalan seperti ini
justru membuatnya lebih ingin marah daripada jika Anjani atau Dila menceritakan
langsung padanya apakah dia ada berbuat salah atau tidak.
Persahabatan
itu bukan seperti ini. Ia benar-benar merasa kehilangan, tidak kuat menghadapi
apa-apa sendirian meski lambat-laun seharusnya sudah harus membiasakan diri. Ia
merasa lemah sekaligus sedih, seperti tidak mempunyai teman untuk menumpahkan
semuanya, bahkan rasa kesal pada sahabatnya sendiri.
Cerpen Bukan Arti Sahabat adalah karya Usy Izzani Faizti, siswi SMA Cendana Pekanbaru.
Comments
Post a Comment