Muhammad sebagai nabi dan rasul, itu sudah menjadi panutan yang tidak terpungkiri bagi ummat muslim. Kepemimpinannya disegani. Keberhasilannya dalam menyebarkan wahyu Allah lewat agama Islam juga memberi warna terhadap perkembangan Islam di dunia dewasa ini. Tapi, bagaimana dengan Muhammad sebagai seorang pebisnis?
Itu yang coba dikupas oleh M Suyatno, seorang pakar ekonomi muda Islam yang saat ini banyak berkiprah di dunia bisnis dan kampus, dalam buku setebal 300 halaman berjudul Muhammad Business Strategy & Ethics (Etika dan Strategi Bisnis Nabi Muhammad SAW) yang diterbitkan oleh Penerbit Andi ini.
Dalam sebuah Hadits Bukhari, Rasulullah pernah mengirimkan pakaian sutera atau sutera campuran kepada Umar. Kemudian, beliau melihat pakaian itu dipakai oleh Umar.
Rasulullah bersabda, ‘’Sesungguhnya aku kirimkan pakaian itu kepadamu bukanlah untuk kau pakai. Yang akan memakainya adalah orang-orang yang tidak beruntung baginya. Kukirimkan kepadamu ialah supaya engkau dapat mengambil manfaat dari padanya, yakni supaya kau jual.’’
Sekelumit hadits itu juga menjelaskan bahwa Muhammad mempunyai naluri bisnis yang usaha. Namun, adakalanya, hal tersebut memiliki perbedaan dibandingkan dengan prinsip bisnis kebanyakan orang-orang Arab pada zaman tersebut yang juga menjalankan bisnis.
Ada etika dan strategi yang dikedepankan Muhammad ketika mengatur perilaku bisnis yang dianjurkan dan dibenarkan dalam Islam. Tak sekadar mengejar keuntungan tentunya, namun, juga bagaimana supaya bisnis itu juga bisa memberikan manfaat bagi orang banyak dan memberikan keuntungan yang juga halal bagi pengelola usaha.
Etika bisnis Muhammad secara naluriah sudah dimulai sejak ia masih muda. Bahkan karena kejujurannya dalam bisnis, dia dipercaya oleh Khadijah yang belakangan menjadi istrinya. Berkat kejujurannya itu pula Muhammad diberi gelar al-amin, yang artinya orang yang dapat dipercaya. Dengan keberadaan Muhammad yang demikian, maka etika bisnis dijalankan dengan sebenar-benarnya oleh Muhammad. Sampai kemudian ketika menerima wahyu, maka ajaran Islam kemudian juga dikaitkan dengan sisi bisnis.
Muhammad memperhatikan sisi pemasaran, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, strategi operasi sebagai bagian dari upaya pengembangan bisnis yang tujuannya juga tidak lepas dari upaya mendapatkan keuntungan dan memberikan rasa adil kepada seluruh pihak.
Etika bisnis Muhammad adalah berbisnis secara syariah yang tujuannya juga untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena itulah, Muhammad tidak membenarkan melakukan bisnis yang dilarang dan bertentangan dengan kaidah Islam, walaupun untungnya mungkin sudah ada di depan mata.***
Comments
Post a Comment