Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) untuk berbagai keperluan pemantauan dari udara, seperti pemetaan, pemantauan kebakaran hutan, mitigasi bencana, pencarian korban hingga keperluan militer.
“Prinsipnya PUNA mampu membawa terbang berbagai peralatan seperti kamera, alat pengintai dan sejenisnya hingga seberat 20kg,” kata Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Surjatin Wirjadidjaja di Jakarta, belum lama ini.
Menurut dia, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah yang sangat luas dan memerlukan suatu wahana terbang yang mempunyai risiko kecil, hemat biaya, dan efektif dalam pengoperasiannya.
Harga pesawat nir awak sejenis buatan negara lain, ia menyebutkan, harganya sekitar ratusan juta rupiah. Nilai tersebut bertambah tergantung dari peralatan yang dibawanya.
”Kegiatan pengembangan PUNA diawali dengan pembuatan wahana sasaran tembak atau Target Drone yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan prajurit Pusenart (Pusat Senjata Artileri) TNI-AD dalam menembak presisi,” kata Surjatin.
Seiring dengan keberhasilan itu, kemudian dikembangkan PUNA doubleboom pada 2002, disusul PUNA dengan singleboom pada 2004.
”Dengan desain rangka udara dan pembuatan prototipe yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangan sistem telemetri dan mission payload,” ujarnya.
PUNA singleboom dengan konfigurasi T-Tail itu, lanjut dia, dirancang mempunyai kecepatan jelajah 80 knot dengan jangkauan terbang mencapai 30 km di ketinggian sekitar 7.000 kaki.
Pada 2006, lanjut dia, pengembangan PUNA telah mencapai tahap pengembangan sistem telemetri dan otonomous dan diharapkan segera bisa disertifikasi untuk diproduksi.
Dengan dana sebesar Rp1,3 miliar, BPPT bekerjasama dengan UKM Djubair dan PT Aviator telah berhasil mengembangkan dua prototipe PUNA Wulung, yaitu prototipe singleboom dengan T Tail juga prototipe single boom dengan Inverted VTail.
Selain itu dikembangkan pula dua sistem telemetri onboard untuk dua buah pesawat dan Ground Control Station. ”Pesawat ini menampilkan data transfer dari onboard system telemetry secara langsung,” katanya.(dri/net)
“Prinsipnya PUNA mampu membawa terbang berbagai peralatan seperti kamera, alat pengintai dan sejenisnya hingga seberat 20kg,” kata Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Surjatin Wirjadidjaja di Jakarta, belum lama ini.
Menurut dia, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah yang sangat luas dan memerlukan suatu wahana terbang yang mempunyai risiko kecil, hemat biaya, dan efektif dalam pengoperasiannya.
Harga pesawat nir awak sejenis buatan negara lain, ia menyebutkan, harganya sekitar ratusan juta rupiah. Nilai tersebut bertambah tergantung dari peralatan yang dibawanya.
”Kegiatan pengembangan PUNA diawali dengan pembuatan wahana sasaran tembak atau Target Drone yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan prajurit Pusenart (Pusat Senjata Artileri) TNI-AD dalam menembak presisi,” kata Surjatin.
Seiring dengan keberhasilan itu, kemudian dikembangkan PUNA doubleboom pada 2002, disusul PUNA dengan singleboom pada 2004.
”Dengan desain rangka udara dan pembuatan prototipe yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangan sistem telemetri dan mission payload,” ujarnya.
PUNA singleboom dengan konfigurasi T-Tail itu, lanjut dia, dirancang mempunyai kecepatan jelajah 80 knot dengan jangkauan terbang mencapai 30 km di ketinggian sekitar 7.000 kaki.
Pada 2006, lanjut dia, pengembangan PUNA telah mencapai tahap pengembangan sistem telemetri dan otonomous dan diharapkan segera bisa disertifikasi untuk diproduksi.
Dengan dana sebesar Rp1,3 miliar, BPPT bekerjasama dengan UKM Djubair dan PT Aviator telah berhasil mengembangkan dua prototipe PUNA Wulung, yaitu prototipe singleboom dengan T Tail juga prototipe single boom dengan Inverted VTail.
Selain itu dikembangkan pula dua sistem telemetri onboard untuk dua buah pesawat dan Ground Control Station. ”Pesawat ini menampilkan data transfer dari onboard system telemetry secara langsung,” katanya.(dri/net)
Comments
Post a Comment